KNKT : ANGKUTAN ODOL SALAH SATU POTENSI BAHAYA DI ANGKUTAN PENYEBERANGAN
JAKARTA
- Penerapan kebijakan zero ODOL yang mengatur tentang pelarangan truk over
dimension over loading (ODOL) akan mulai dilaksanakan efektif oleh
Kementerian Perhubungan pada tahun 2023. Kebijakan tersebut sempat tertunda
lama dan menimbulkan pro kontra yang berkembang di masyarakat. Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) sendiri sejak tahun 2019 sudah menyoroti
permasalahan ODOL dengan mengeluarkan masukan kepada beberapa instansi di
antaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian,
dan Sekretariat Kabinet.
Dari
sisi keselamatan transportasi, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain
berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan
angkutan penyeberangan. Dari catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan
kendaraan ODOL sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan
di kapal. Beberapa kecelakaan tersebut diantaranya Tenggelamnya WINDU KARSA di
Perairan Kolaka, 27 Agustus 2011, Tenggelamnya RAFELIA 2 di perairan Selat
Bali, 4 Maret 2016, Kandas dan Tenggelamnya LESTARI MAJU di perairan Selat
Selayar, 3 Juli 2018, Patahnya pintu rampa NUSA PUTRA, Merak, 27 Desember 2018,
Tenggelamnya BILI, Sungai Sambas, 20 Februari 2021, Tenggelamnya YUNICEE di
Perairan Selat bali, 29 Juni 2021, dan kejadian terakhir adalah Terbaliknya
SATYA KENCANA III, di Pelabuhan Kumai, 19 Oktober 2022.
Dalam
kasus Tenggelamnya Kapal Yunicee yang mengakibatkan korban meninggal 11
(sebelas) orang meninggal dan 13 (tiga belas) orang hilang, ditemukan salah
satu faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload),
sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan. Temuan KNKT
dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut salah satunya juga
diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL.
Pengaruh
ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini sendiri bila dikaitkan dengan sarana
yang ada ternyata juga sangat berkaitan. Keberadaan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan
kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal dan juga nosel alat pemadam.
Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak
efektif. Dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antar kendaraan di
geladak kendaraan semakin pendek. Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak
kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran.
Dari
sisi angkutan penyeberangan dalam hal ini kapal angkutan ODOL akan mempengaruhi
berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang
masuk. Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat
kendaraan per unit sudah melebihi batas. Meningkatnya
dimensi kendaraan membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin
berkurang. Selain itu pemuatan
kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan
yang semakin besar. Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan
semakin lama.
Terkait
dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum
menyebabkan berbagai gangguan pada
operasional kapal diantaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk),
stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam
kendaraan. Di lapangan truk
ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini
menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan mejadi semakin sulit. Ditambah
dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifest muatan yang dibawa
kendaraan ODOL.
Terkait
kebijakan Zero ODOL ini sendiri, KNKT tentunya sangat mendukung. Terlebih bila
dikaitkan dengan upaya peningkatan keselamatan transportasi. Soerjanto
Tjahjono, selaku Ketua KNKT menyatakan “Pelaksanaan kebijakan ini harus
dilaksanakan secara komprehensif dan butuh koordinasi dengan segala pihak. ODOL
ini menurut saya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian perhubungan.
Saya melihat ada keterlibatan dengan kementerian kementerian lainnya seperti
Kementerian Perdagangan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kementerian
BUMN, bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berpartisipasi dalam
kaitannya dengan edukasi pada masyarakat. Dalam implementasinya tentunya tidak
bisa dilaksanakan serta merta karena akan berpengaruh pada sektor-sektor yang
lain. Harus ada tahapan-tahapan pelaksanaannya.
ODOL ini bisa dikatakan sudah menyebabkan korban jiwa selain kerusakan
sarana dan prasarana. Saya sendiri melihat ini tidak bisa diselesaikan secara
singkat, yang terpenting roadmap Zero ODOL selama lima tahun kedepan dilaksanakan
secara konsisten “.