HASIL AKHIR INVESTIGASI KASUS KECELAKAAN KA 350 CL BANDUNG RAYA - KA 65A TURANGGA
JAKARTA
– Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan laporan
akhir investigasi terkait kasus tabrakan perkeretaapian yang melibatkan KA 350
CL Bandung Raya (rangkaian kereta
api penumpang yang diberangkatkan dari stasiun Padalarang dengan tujuan stasiun
Cicalengka) dan KA 65A Turangga (rangkaian kereta api penumpang yang diberangkatkan dari Stasiun Banjar
dengan tujuan Stasiun Bandung) di KM 181+700 petak jalan St.Cicalengka -
St.Haurpugur. Diketahui akibat kecelakaan tersebut sebanyak 4 orang meninggal
dunia dan 37 orang mengalami luka-luka.
Kronologi
kecelakaan berawal saat KA 350 CL Bandung Raya berangkat dari St.Rancaekek
menuju St.Haurpugur pada pukul 05.41 WIB tanggal 05 Januari 2024. Pada pukul
05.46 WIB, terdapat KA 65A Turangga melintas langsung St.Nagreg menuju St.Cicalengka.
Pada pukul 05.51 WIB, KA 350 CL Bandung Raya datang dan berhenti di Jalur II
St.Haurpugur dan kemudian diberangkatkan kembali pukul 05.56 WIB ke St.Cicalengka.
Pukul 05.59 WIB, KA 65A Turangga melintas langsung St.Cicalengka menuju St.
Haurpugur. Terjadi tabrakan antara KA 350 CL Bandung Raya dengan KA 65A
Turangga di KM 181+700 petak jalan St. Cicalengka – St. Haurpugur.
Berdasarkan
rekaman event data logger persinyalan
elektrik St. Haurpugur, saat sebelum kecelakaan muncul uncommanded signal
berupa pemberian “blok aman” ke arah St. Cicalengka saat sedang berlangsung
proses pemberian “warta masuk” KA 121 Malabar di St. Haurpugur dari arah St.
Cicalengka. Uncommanded signal tersebut terproses oleh persinyalan elektrik St.
Haurpugur kemudian ditampilkan pada layar monitor St. Haurpugur berupa tanda
panah kuning ke arah St. Cicalengka yang mengindikasikan bahwa petak jalan ke
arah St. Cicalengka aman untuk dilalui KA.
Uncommanded signal
tersebut merupakan efek transien tegangan dengan amplitudo sangat tinggi dalam
waktu sangat singkat saat operasi pensaklaran relay sistem interface
St. Cicalengka saat proses menerima signal dari St. Haurpugur. Efek ini
kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi pengkabelan serta grounding sistem
interface dan peralatan persinyalan blok mekanik St. Cicalengka.
Setelah St. Haurpugur mengirim sinyal “warta lepas” (info berangkat) KA 350 CL Bandung Raya ke St. Cicalengka, indikator blok mekanik St. Cicalengka berubah menunjukkan “Blok Ke HRP” berwarna putih yang mengindikasikan bahwa petak jalan ke arah St. Haurpugur aman untuk dilalui KA. Hal tersebut terjadi karena peralatan blok mekanik bekerja selalu berdasarkan sequence pelayanan dan tidak dapat mengakomodir jika terjadi perbedaan sequence pelayanan info blok yang sudah terjadi sebelumnya. Indikasi aman “Blok Ke HRP” berwarna putih ini menjadi acuan PPKA St. Cicalengka untuk melayani KA 65A Turangga berjalan langsung ke arah St. Haurpugur.
Investigasi
tidak menemukan prosedur pelayanan KA yang spesifik terkait hubungan persinyalan
blok elektrik - mekanik. Prosedur pelayanan KA yang tertuang di dalam prosedur
masing-masing stasiun tidak mengakomodir komunikasi antara persinyalan blok
elektrik dengan mekanik. Hal ini juga dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan masing – masing stasiun.
Anomali
berupa uncommended signal serupa
telah terjadi beberapa kali sejak bulan Agustus 2023. Kondisi tersebut di-reset agar pelayanan KA dapat dilakukan
kembali. Anomali tersebut tidak
teridentifikasi sebagai gangguan blok sehingga tidak tercatat dalam laporan
gangguan persinyalan. Oleh karena itu, unit yang bertanggung jawab memastikan
sistem persinyalan bekerja sebagaimana mestinya tidak mengetahui adanya anomali
hubungan blok antara St. Haurpugur – St. Cicalengka.
Kondisi
ini menunjukkan kurangnya kesadaran terhadap potensi bahaya yang dapat
ditimbulkan dari anomali tersebut. Jika anomali ini tercatat maka potensi
bahaya tersebut dapat teridentifikasi lebih awal, sehingga risiko yang
ditimbulkan dapat dilakukan penilaian untuk kemudian dikendalikan dan disusun langkah-langkah
mitigasinya.
KNKT
menyimpulkan bahwa kecelakaan ini terjadi akibat adanya sinyal yang dikirim
sistem interface tanpa perintah
peralatan persinyalan blok mekanik (uncommanded
signal) St. Cicalengka yang terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik St. Haurpugur. Uncommanded signal tersebut kemudian ditampilkan pada layar monitor
St. Haurpugur sebagai indikasi seolah-olah telah diberi "Blok Aman“ oleh
St. Cicalengka. Hal ini berdampak pada proses pengambilan keputusan selanjutnya
untuk pelayanan KA dari masing-masing stasiun.
Adapun
faktor yang berkontribusi pada kasus kecelakaan ini yaitu, ditemukan uncommanded signal dari sistem interface
akibat transien tegangan dengan amplitudo sangat tinggi dalam waktu sangat
singkat saat operasi pensaklaran relay yang
mungkin dipengaruhi oleh kondisi
pengkabelan serta grounding
system interface dan
peralatan
blok
mekanik di St.Cicalengka. Uncommanded
signal yang terjadi terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik St.
Haurpugur yang kemudian ditampilkan sebagai indikasi telah diberi "Blok
Aman" sehingga PPKA St. Haurpugur dapat melanjutkan proses pelayanan rute
untuk KA 350 CL Bandung Raya menuju St. Cicalengka.
Terjadinya
complacency terhadap masing -masing sistem
persinyalan dan confirmation bias mempengaruhi
proses pengambilan keputusan PPKA St. Cicalengka dan PPKA St. Haurpugur untuk
memberangkatkan KA dari masing-masing stasiun. PDPS baik di St. Haurpugur
maupun St. Cicalengka tidak mengakomodir komunikasi antara persinyalan elektrik
dengan mekanik, sehingga SOP di kedua stasiun tersebut tidak mewakili keadaan
yang sebenarnya. Anomali berupa uncommanded
signal yang sebelumnya telah terekam beberapa kali tidak tercatat sebagai
gangguan persinyalan sehingga permasalahan tersebut tidak terdeteksi lebih
awal.
Guna
meningkatkan keselamatan perkeretaapian di Indonesia dan mencegah kecelakaan
serupa di masa mendatang, maka KNKT menerbitkan rekomendasi diperuntukkan
kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian agar memastikan keandalan sistem
interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik,
memastikan tersedianya prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang
menggunakan sistem
interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan perkeretaapian khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya serta penilaian dan pengendalian risiko.
Rekomendasi
juga ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) agar menyusun prosedur
terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang
menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan memastikan
terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya dan setiap potensi bahaya yang
telah diidentifikasi telah dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan
perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan (SMK) Perkeretaapian.